Sabtu, 16 Juni 2012
Sebuah Janji
Pagi itu hujan deras mengguyur Kota Jakarta. Vea yang duduk sendiri di halte bis sedang menunggu Dean, sahabat sejatinya sejak kecil. Saat hujan seperti ini, ia teringat kenangan kecilnya dulu bersama Dean. Saat itu ia dan Dean sedang bermain di taman. Tiba-tiba hujan datang, ia dan Dean segera masuk ke dalam sebuah gasabo yang ada di taman itu. Terjadi percakapan kecil diantara mereka. “Dean… aku sedih dech. Kalau hujan seperti ini aku jadi teringat sama mama. Waktu mama meninggal karena kecelakaan, juga hujan seperti ini. “ucap gadis kecil itu. “Kamu jangan sedih, Vea. Aku kan ada disini. Aku janji akan nemenin kamu untuk selamanya.”ucap bocah lugu itu kepada sahabatnya. “Benar, kamu akan nemenin aku buat selamanya? Selamanya sampai kita dewasa?”tanya gadis itu lagi. “Iya. Bahkan kalau perlu kalau kita dewasa kita nikah saja. Kamu kalau dewasa mau kan nikah sama aku?”sahut bocah itu dan Vea hanya mengangguk menandakan jawaban setuju. “Tapi jika kamu ingkar janji gimana Dean?” ucap gadis itu kemudian.”Hmm… tenang saja. Aku janji akan mengantarkan kamu ke orang yang bisa menemanimu untuk selamanya.” jawab Dean singkat. Jika teringat hal itu, Vea merasa malu sendiri. Tak lama kemudian Dean datang. Akhirnya mereka berdua menaiki bis jurusan Blok M.
Hari itu adalah hari minggu, seperti biasa Dean mengajak Vea pergi ke mall. Tapi kali ini berbeda. Sudah dua jam Vea menunggu Dean di rumahnya, tapi ia tak kunjung datang juga. Krring…krring.. bunyi telephon rumah Vea berbunyi. Segera ia angkat telephon itu, siapa tau saja dari Dean. Benar saja itu Dean. “Ve, sekarang kamu datang ke rumahku. Ku tunggu.. tut..tut..tut..” telephon itu terputus. “Ha.. ha..hallo, Dean..Dean..ha.hallo?”sahut Vea. “Kok putus sich..?” gerutu gadis itu.
Dalam sekejap ia berada di depan rumah Dean. “Deaaaaan…!!!” teriak gadis itu menerobos masuk ke dalam rumahnya. Terlihat di dalam rumah Dean suasana yang sangat ramai. Banyak para tamu yang mengenakan jas dan gaun yang cantik. Vea mencari sosok Dean. Ternyata Dean berada di tengah-tengah para tamu undangan bersama seorang gadis yang sangat cantik. “Baiklah karena seluruh para tamu undangan semua sudah hadir, mari kita mulai acara pertunangan ini. Silahkan Dean Adiyatma putra dari Bapak Andrew Adiyatma menyematkan cincin pertunangan ke jari manis Shalomete Jenneta putri dari Bapak Alexander Wijaya.” ucap Mc itu. Mendengar itu semua Vea hanya terpaku. “Ya sudah, sekarang giliran Shalomete menyematkan cincin pertunangan ke jari Dean.” lanjut Mc itu lagi. Tubuh Vea mati rasa tidak bisa bergerak sama sekali. Tiba-tiba air matanya keluar begitu saja tanpa diperintah. Dean melihat Vea, sorot matanya tajam dengan tatapan dingin seolah tidak perduli kehadirannya di acara itu. Vea menyanggupkan langkahnya, ia maju untuk bersalaman dengan Dean, “Selamat..” satu kata terucap dari mulut mungilnya dan kemudian pergi tanpa suara.
Keesokan harinya Vea mendengar bahwa Dean pindah rumah ke Bandung. Begitu sakit hati Vea, meskipun Dean bukanlah pacar Vea tapi sudah sejak lama Vea memendam rasa suka itu pada Dean.
Tiga tahun berselang semenjak kejadian pertunangan itu. Saat ini Vea berada di hotel berbintang lima di kawasan Jakarta Selatan. Ya kali ini Vealah yang bertunangan dengan laki-laki pilihan orang tuanya itu. “Baiklah kita mulai acara pertunangan ini antara Raihan Ferdinan putra dari Bapak Alana Ferdinan dengan Vea Asyarifa putri dari Bapak Farhan Fairus. Silahkan saudara Raihan menyematkan cincin pertunangan ke jari manis saudara Vea. Ya dan sekarang giliran saudari Vea yang menyematkan incin pertunangan ke jari manis saudara Raihan.” sahut Mc itu. Acara pertunangan itu berlangsung sangat khidmat tanpa ada halang rintangan.
Tiba-tiba Vea menangkap suatu sosok yang tak asing lagi baginya. Dean. Ya sahabat sejatinya itu hadir di acara pertunangannya ini. Sungguh Vea tak percaya apa yang dilihatnya. “Selamat ya, Ve. Kuharap kamu bahagia dengan pertunangan ini.” ucap Dean memberi selamat pada Vea. Vea hanya membisu mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Dean. Dean segera pergi meninggalkan tempat pertunangan itu. Vea pergi menuju kedua orang tuanya. Ia menyampaikan bahwa ia tiba-tiba tak enak badan, ia ingin segera pulang. Dengan diantar Raihan ia pulang ke rumahnya. Pesta pertunangan itu tetap berlanjut tanpa adanya kedua anak muda itu.
Vea menjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Vea menangis, dalam hatinya ia masih mencintai Dean tetapi kini ia telah bertunangan dengan orang lain. “Dean kamu jahat, kenapa kamu melakukan semua ini sama aku? Kenapa? Padahal mungkin kamu sudah tahu bahwa aku mencintai kamu, tapi kenapa kamu hadir dan memberiku selamat seperti itu? Kamu mau membuatku menyesal atas keputusanku ini?” pikir Vea di benaknya.
Enam bulan berlangsung setelah itu dan di hari ini Vea akan menikah dengan Raihan. Vea yang saat itu sedang berada di kamar pengantin melihat wajahnya di cermin. Wajahnya sangat cantik dengan riasan dengan adat Sunda. Tapi apakah keputusan yang ia ambil ini benar? Pertanyaan itu yang selalu terngiang di kepalanya. “Vea, apa kamu sudah siap? Kalau sudah ayo kita segera kita turun kebawah. Semuanya sudah menunggu kamu.” ucap Fitri, kakak Vea. “Ya kak. Ayo kita turun ke bawah, Vea sudah siap” sahut Vea.
Vea sudah berada di lantai bawah. Sungguh cantik ia dengan kebaya itu, membuat semua mata tertuju padanya. Ketika saat dimulai Ijab Kabul, tiba-tiba handphone ayah Vea berbunyi. Ternyata yang menelpon itu adalah Andrew Adiyatma, teman ayah Vea sekaligus ayah dari sahabat sejatinya. Beliau mengabarkan bahwa Dean telah meninggal dunia dikarenakan Kanker Otak stadium akhir. Mendengar itu semua Vea langsung jatuh pingsan tak sadarkan diri. Akhirnya pernikahan itu ditunda.
Beberapa hari setelah itu, Vea menjadi orang yang pendiam. Ia sering mengurung dirinya di kamar. Hingga suatu malam, ia terbangun dari tidurnya. Entah mengapa ia melangkahkan kakinya menuju cendela kamarnya. Ia menatap kebawah cendela itu. Ia terkejut, ia melihat apa yang seharusnya tidak terlihat lagi. Dean. Vea melihat Dean. Dari bawah Dean memanggil nama Vea. Vea bergegas menuju tempat Dean. Diluar rumah udara sangat dingin tapi tak ia hiraukan selama ia masih bersama Dean. Dean mengajaknya berjalan-jalan menuju suatu tempat. “Dean kenapa kamu seperti ini? Kenapa kamu melakukan semua ini sama aku? Kamu sadarkan aku cinta sama kamu?” tanya Vea. Ia sadar bahwa Dean yang ada di sampingnya saat ini adalah semu. Mendengar pertanyaan itu Dean hanya tersenyum sambil terus melanjutkan perjalanannya. Vea hanya mengikuti kemana ia dibawa oleh Dean.
Mereka berdua sudah sampai di tempat tujuan. Di depan rumah Raihan. “Dean kenapa kamu bawa aku kesini?” tanya Vea. “Ve, aku bertunangan dengan Shalom itu karena aku sayang banget sama kamu. Aku nggak mau kamu sedih dengan tahu harapan hidup aku tinggal sedikit lagi. Aku cinta sama kamu, Ve. Dan dulu waktu kita masih kecil, aku berjanji kalaupun aku nggak bisa mendampingi kamu untuk selamanya, aku sendiri yang akan mengantarkan kamu ke orang yang bisa mencintai dan menyayangi kamu untuk selamanya. Dan orang itu Raihan.” ucap Dean. Mendengar itu semua Vea menangis. “Aku janji, aku akan menyayangi dan mencintai Raihan sama seperti aku menyayangi dan cinta sama kamu Dean.” janji Vea.
Setelah Vea mengucap janjinya, Dean tersenyum dan menghilang bersama dengan terbitnya mantari pagi.
“Vea, kamu sedang apa berada di depan rumahku sepagi ini?” tanya Raihan yang baru keluar dari rumahnya. Melihat Raihan, Vea segera berlari ke arahnya dan setelah sampai, ia memeluk Raihan dengan begitu eratnya. “Aku cinta dan sayang banget sama kamu, Raihan” ucap Vea dengan senyum mengembang. Raihan bingung mengapa Vea sepagi ini berada di depan rumahnya sambil bebicara seperti itu. Meskipun begitu hatinya berbunga-bunga dan ia tersenyum sambil membalas memeluk Vea.
Tiga bulan seusainya, Vea dan Raihan menikah dan melangsungkan resepsi di taman sebuah apartemen yang sangat indah. Apartemen itulah yang akan menjadi tempat mereka membina rumah tangga nantinya. Vea melihat langit biru nan cerah.Terlihat di langit itu membayang wajah Dean tersenyum puas yang telah menyatukan dua insan ini. “Semoga kamu bahagia di sana… Dean.” ucap Vea di dalam hati.
SAHABAT
Sahabat bukanlah Matematika yang dapat dihitung nilainya ,
Bukan Ekonomi yang merupakan materi ,
Bukan juga PKN yang dituntut oleh undang-undang ,
tapi, sahabat adalah SEJARAH yang dapat dikenang sepanjang masa ^__^
Langganan:
Postingan (Atom)